MAKALAH EKONOMI || PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT DAN PENGELUARAN PEMERINTAH

BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi dalam 30 tahun terakhir atau lebih di Indonesia telah menghasilkan pertumbuhan dan perubahan ring Ekonomi-ekonomi skala besar urbanisasi. Perubahan urbanisasi skala besar seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, hal ini merupakan fenomena global. sebagai pembangunan ekonomi atau pertumbuhan terus berlanjut, masyarakat di daerah pedesaan akan terus datang ke daerah-daerah perkotaan atau kota-kota besar.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi tersebut, maka membawa dampak yang baik terutama dalam hal kemiskinan, masyarakat sebagian besar bersih dari kemiskinan.kota Metropolitan seperti Jakarta dapat menawarkan iming-iming pekerjaan yang lebih baik, pendidikan, perawatan kesehatan, dan mereka berkontribusi terhadap penduduk yang menganggur untuk di sediakan lapangan pekerjaan.
Dari penomena diatas dapat di ketahui bahwa tingkat penghasilan masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan sangat jauh berbeda. Dengan demikian dilihat dari penghasilan per kapita jauh lebih tinggi masyarakat perkotaan di bandingkan dengan masyarakat pedesaan, maka secara otomatis pengeluaran konsumsi masyarakat desa dan masyarakat kota juga akan berbeda. Sedangkan untuk pendapatan daerah antara desa, kabupaten, profinsi bahkan jenjang yang lebih atas juga mempunyai jumlah nominal masing-masing pada setiap daerah.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian pengeluaran konsumsi masyarakat dalam perekonomian?
2. Bagaimana perilaku pengeluaran konsumsi masyarakat dalam perekonomian ?
3. Apa-apa saja sumber pendapatan daerah?
4. Bagaimana Intervensi (campur tangan) dan fungsi ekonomi pemerintah?
5. Bagaimana pengeluaran pemerintah Indonesia?
6. Apa faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah?
C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian konsumsi masyarakat dalam perekonomian
2. Untuk memahami perilaku konsumsi masyarakat dalam perekonomian
3. Untuk mengetahui sumber pendapatan daerah
4. Untuk mengetahui Intervensi (campur tangan) dan fungsi ekonomi pemerintah
5. Untuk mengetahui pengeluaran pemerintah Indonesia
6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
1. Pengertian Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran Konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi dalam identitas pendapatan nasional. menurut pendekatan pengeluaran, variabel ini lazim dilambangkan dengan dengan hurup C (Consumption). Pengeluran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian dari pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan lazim dilambangkan dengan hurup S (Saving). Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Dilain pihak jika tabungan semua orang dalam suatu negara dijumlahkan hasilnya adalah tabungan masyarakat negara tersebut. Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk tabungan nasional. Dan tabungan nasional merupakan sumber dana investasi.
Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makroagregat pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan, makin besar pula pengeluaran konsumsi. Perilaku tabungan juga begitu. Jadi bila pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk mengkonsumsi (Marginal Propensity to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save, MPS). Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif belum mapan, biasanya angka MPC mereka relatif besar, sementara angka MPS mereka relatif kecil. Artinya jika mereka memperoleh tambahan pendapatan maka sebagian besar tambahan pendapatannya itu akan teralokasikan untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kehidupan ekonominya sudah relatif lebih mapan.
Perbedaan antara masyarakat yang sudah mapan dan yang belum mapan antara negara maju dan negara berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan relatif besar kecilnya MPC dan MPS, akan tetapi juga dalam pola konsumsi itu sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sedangkan pengeluaran konsumsi masyarakat yang sudah mapan cenderung lebih banyak teralokasikan ke kebutuhan sekunder atau bahkan tersier.
2. Perilaku Konsumsi Masyarakat
Beberapa pandangan ahli mengenai perilaku konsumen antara lain :
a) yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan Kanuk Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa 1994)
b) Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dam menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. (Engel, Blackweel, dan Miniard; 1993)
c) Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. (Loudon dan Della-Bitta; 1984)
d) Perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli, dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa, disebut perilaku konsumen. (Winardi,1991)
e) Perilaku yang dikaitkan dengan preferences dan possibilities adalah perilaku konsumen. (Deaton dan Muellbawer, 1986)
f) Perilaku konsumen merupakan pengkajian dari perilaku manusia sehari-hari (Mullen dan Johnson, 1990)
Dari beberapa pandangan di atas dapat ditarik satu kesimpulan yaitu Perilaku Konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
Penurunan proporsi pengeluaran konsumsi masyarakat dalam membentuk permintaan agregat menyiratkan dua hal. Pertama, peran tabungan masyarakat terahdap pendapatan nasional semakin besar. Kedua, peran sector-sektor penggunaan lain dalam membentuk permintaan agregat semakin besar, khususnya sector pembentukan modal atau investasi dan sector ekspor-impor.
Dalam perekonomian ada beberapa pendekatan yang mempelajari perilaku konsumen, antara lain pendekatan tradisional dan pendekatan modern. Penjelasan masingmasing sebagai berikut :
· Pendekatan Tradisional
Menurut pendekatan ini, setiap barang mempunyai dayaguna atau utilitas, oleh karena barang tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang menggunakan barang tersebut. Jadi bila orang meminta suatu jenis barang, pada dasarnya yang diminta adalah dayaguna barang tersebut.
· Pendekatan Modern
Pendekatan ini menggunakan analisa regresi yang secara praktis digunakan untuk memperkirakan permintaan
3. Sumber Pendapatan Daerah
Faktor keuangan merupakan faktor yang esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerahlah yang menentukan bentuk dan ragam kegiatan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Sumber pendapatan daerah menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terdiri dari :
a) Pendapatan Asli Daerah, yaitu:
§ hasil pajak daerah
§ hasil retribusi daerah
§ hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
b) Dana Perimbangan
c) Pinjaman Daerah
d) lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dari sejumlah pendapatan daerah tersebut di atas, upaya penghimpunan yang paling diutamakan adalah pada pendapatan asli daerah (PAD), mengingat PAD adalah sumber yang sering dijadikan ukuran sebagai kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah dan salah satu sumber PAD yang dominan setelah pajak daerah. Ketentuan mengenai pajak dan retribusi daerah beserta potensinya diatur secara terpisah dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Untuk mendorong efisiensi, maka Undang-undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini memberikan suatu penyederhanaan atas banyaknya jenis pajak dan retribusi daerah di masa yang lalu yang cenderung mengakibatkan timbulnya biaya ekonomi tinggi. Berdasarkan suatu studi, jumlah dan jenis pajak dan retribusi menjadi turun,
B. Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran lancar dan pos pengeluaran kapital. Sedangkan pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang sifatnya menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik
1. Intervensi (campur tangan) dan fungsi ekonomi pemerintah
Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah menjadi empat macam kelompok peran, yaitu :
a. Peran Alokasi Pemerintah
Setiap orang atau masyarakat selalu mempunyai prefensi tertentu terhadap barang-barang atau jasa yang ingin dikonsumsi atau hendak diproduksinya. Barang ekonomi berdasarkan perutukannya, dapat dibedakan menjadi barang pribadi dan barang sosial. Barang pribadi adalah barang yang dapat dimiliki atau dinikmati secara pribadi, oleh perorangan atau sekelompok orang, mempunyai harga yang jelas dan diperoleh melalui proses transaksi jual-beli. Barang sosial adalah barang yang mengandung sifat-sifat sebaliknya, tidak dapat dimiliki oleh pribadi dan tidak dinikmati secara pribadi. Contoh barang atau jasa sosial misalnya adalah jalan umum, jembatan, pertahanan, dan keamanan negeri. Barang-barang semacam ini tidak menarik bagi masyarakat atau kalangan swasta untuk memproduksi atau menyediakannya karena tidak bisa dijual dan biaya awal yang cukup tinggi. Pemerintah harus turun tangan sendiri untuk menyediakan barang atau jasa sosial. Biasanya ditangani oleh instansi teknis pemerintah seperti departemen atau lembaga nondepartemen atau melalui perusahaan negara. Atau pengadaannya dipercayakan kepada perusahaan swasta, namun biasanya pemerintah harus memberi subsidi untuk itu. Barang-barang tadi begitu tersedia, pada umumnya dapat dinikmati oleh setiap orang secara Cuma-Cuma tanpa harus membayar. Pemerintah sendiri sebagai pemasok tidak dapat menjualnya, hanya bisa memungut retribusi atau iuran kepada yang menggunakan atau menikmati.
Akibat sampingan (side effects) dalam kegiatan ekonomi yang dimaksud dapat bersifat positif, sehingga turut dinikmati oleh masyarakat yang tidak terlibat dalam pengadaannya. Atau bersifat negatif, sehingga secara tidak sengaja terpaksa harus ditanggung oleh masyarakat. Akibat-akibat sampingan (dampak positif dan dampak negatif) demikian dikenal dengan istilah eksternalitas.
b. Peran Distribusi Pemerintah
Pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi di setiap negeri seringnya tidak setara. Tanpa kesenjangan “anugrah awal” pun (initial endowment, maksudnya kesenjangan kepemilikan sumber daya dan kesempatan) ketimpangan penikmatan atau pembagian hasil dapat terjadi. Oleh karena itu, ketidakmerataan dalam bentuk apapun, haruslah dikurangi atau ditiadakan. Kesenjangan pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi akan cenderung mengkosentrasikan kekuatan atau kekuasaan ekonomi di tangan pihak tertentu (lapisan masyarakat, wilayah, sektor) tertentu.
Ketidakseimbangan daya tawar dapat melemahkan pasar. Permintaan bisa merosot akibat ketidakmampuan kalangan kosumen menjangkau harga tawaran yang dilambungkan oleh kalangan produsen. Pada gilirannya perekonomian secara makro turut terimbas dampaknya. Dalam perspektif nonekonomi, ketidakmerataan ekonomi potensial mengakibatkan keresahan sosial.
Peran distribusi pemerintah dapat ditempuh dengan baik melalui jalur penerimaan maupun jalur pengeluarannya. Di sisi penerimaan pemerintah mengenakan pajak dan memungut sumber-sumber pendapatan lainnya untuk kemudian didistribusikan secara adil-proporsional. Dengan pola serupa pemerintah membelanjakan pengeluarannya.
c. Peran Stabilitas pemerintah
Tidak berdayanya pihak swasta mengatasi sejumlah masalah yang timbul, bahkan kadang-kadang tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri. Masalah yang secara objektif kalangan swasta tidak berdaya mengatasi misalnya adalah jika perekonomian negeri dilanda inflasi, resesi, atau serbuan barang-barang impor. Sedangkan contoh objektif dimana pihak swasta tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri misalnya dalam kasus tingginya tingkat suku bunga perbankan, atau perang harga akibat politik dumping yang dilakukan oleh perusahaan tertentu dalam suatu industri. Campur tangan pemerintah berperan strategis untuk memecahkan permasahan-permasalahan seperti itu, agar perekonomian kembali stabil.
d. Peran Dinamisatif pemerintah
Peran dinamisatif pemerintah diwujudkan dalam bentuk perintisan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu seperti penerbangan pesawat-pesawat komersialnya ke jalur baru yang masih “kering”, atau pemekaran kota dengan jalan antara lain dengan memindahkan pusat kegiatan pemerintahan daerah ke lokasi baru, serta dalam bentuk pemercepatan pertumbuhan bidang bisnis tertentu, misalnya dengan mengalokasikan anggaran yang lebih besar ke bidang bersangkutan.
Argumentasi bahwa pemerintah harus berperan sebagai dinamisator didukung pula oleh sebuah premis yang dicanangkan dan dikampanyekan sendiri. Karena pemerintah yang merencanakan dan memodali pembangunan, maka mereka merasa paling bertanggung jawab atas pelaksanaannya.
Keempat macam peranan pemerintahan tadi potensial menimbulkan kesulitan penyerasian atau bahkan pertentangan kebijakan. Contohnya : dalam kapasitas selaku stabilisator, pemerintah harus mengendalikan inflasi. Apabila hal itu ditempuh dengan cara mengurangi pengeluarannya, agar permintaan agregat terkendali sehingga tidak tambah memicu kenaikan harga-harga, maka porsi pengeluaran pemerintah untuk lapisan masyarakat atau pihak atau sektor yang harus dibantu dapat turut dikurangi. Padahal justru dengan pengeluaran itulah pemerintah dapat menjalankan distributifnya. Contohnya : pelaksanaan peran dinamisatif mungkin mengundang kontroversi internal. Apabila pemerintah terlalu berlebihan dalam meyakini kemampuannya sebagai dinamisator, maka yang berkembang berkat kebijaksanaannya boleh jadi hanya tebatas pada lembaga-lembaga di jajarannya (instansi teknis dan perusahaan-perusahaan negara). Di lain pihak, dinamika lembaga-lembaga masyarakat dan perusahaan swasta justru terpasung.
2. Pengeluaran Pemerintah Indonesia
Dalam neraca anggaran dan pendapatan belanja negara, pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya diunsurkan pos-pos pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang) angsuran dan bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain. Sedangkan pengeluaran pembangunan maksudnya pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek.
Selama Pelita I pengeluaran pemerintah berjumlah Rp3.238,1 miliar, ekitar 62 persen diantaranya berupa pengeluaran rutin. Jumlah pengeluaran selama Pelita II meningkat empat setengah kali lipat (456 persen) menjadi Rp17.997,5 miliar. Proporsi pengeluaran pembangunan sedikit lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin, yakni 50,78% berbanding 49,22%. Dalam pelita berikutnya, proporsi pengeluaran pembangunan juga lebih besar daripada pengeluaran rutin. Kenaikan jumlah total pengeluaran tidak lagi sebesar sebelumnya, hanya naik 269 persen. Selama Pelita IV dan Pelita V kembali proporsi pengeluaran rutin lebih besar daripada pengeluaran pembangunan. Kenaikan jumlah total pengeluaran antara Pelita III dan Pelita IV hanya 87 persen, sedangkan antara Pelita IV dan Pelita V naik 111 persen. Dengan demikian, dalam dalam analisis antar Pelita selama era PJP I, terjadi perubahan pola pengeluaran pemerintah. Pengeluaran rutin lebih besar daripada pengeluaran pembangunan dalam Pelita-pelita I, IV, dan V. Hanya dalam Pelita II dan Pelita III porsi pengeluaran pembangunan lebih besar daripada pengeluaran rutin.
Pengeluaran pemerintah dapat pulam ditelaah secara sektoral, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Persektoran versi APBN ini berkembang dari satu Pelita ke Pelita berikutnya seiring dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Semasa Pelita I , APBN hanya mengenal 13 sektor. Jumlah ini berkembang menjadi 17 sektor pada Pelita II. Kemudian bertambah lagi menjadi 18 sektor semasa Pelita III hingga Pelita V. Sejak Rapelita VI, klasifikasi bidang kehidupan di dalam RAPBN terdiri atas 20sektor dan 47 subsektor.
Jumlah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan selama PJP I (Pelita I sampai dengan Pelita V). Dilihat secara sektoral, bagian terbesar pengeluaran pembangunan pemerintah teralokasikan untuk sektor perhubungan dan pariwisata. Sektor agama adalah sektor di dalam APBN yang paling sedikit menerima alokasi pengeluaran pembangunan pemerintah. Masih ada dua sektor lain yang selama era PJP I hanya menerima kurang dari setengah persen pengeluaran pembangunan pemerintah, yaitu sektor hukum dan sektor penerangan, pers, dan komunikasi sosial
3. Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah
Ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Sadono Sukirno (1984), besarnya pengeluaran pemerintah tergantung kepada faktor-faktor yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat sosial dan politik.
a. Faktor yang bersifat ekonomi, adalah berhubungan dengan tujuan dalam pencapaian penggunaan tenaga penuh tanpa menimbulkan inflasi sehingga pertumbuhan dan perkembangan perekonomian secara keseluruhan dapat berjalan dengan pesat. Masalah ini harus diselesaikan dalam waktu yang cepat dan mendesak. Apabila dana yang ada tidak mencukupi maka salah satu cara adalah dengan melakukan pinjaman-pinjaman dari masyarakat, badan-badan keuangan dari dalam maupun luar negeri ataupun dengan mencetak uang baru.
b. Faktor yang bersifat sosial dan politik, merupakan faktor yang menyedot anggaran pengeluaran pemerintah yang terbesar, seperti memperkuat pertahanan dan keamanan, bantuan-bantuan sosial, bantuan musibah bencana alam, menjaga kestabilan politik dan lain-lainnya. Sedangkan menurut Brownlee et.al (1960), menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan kenaikan dalam pengeluaran pemerintah itu ada 4 (empat) alasan yaitu:
o Suatu kenaikan didalam “general level of price”, disini dimaksudkan kalau tidak terjadi perubahan dari jumlah barang-barang serta jasa-jasa dan kalau transfer payment yang dilakukan pemerintah diduga akan menyebabkan kenaikan harga pada umumnya.
o Kenaikan pertambahan penduduk dan pembukaan daerah-daerah baru. Hal ini menyangkut dengan bertambahnya permintaan jasa-jasa pemerintah, bertambahnya permintaan pendidikan, berkembangnya jalan-jalan raya, jembatan-jembatan, fasilitas kesehatan dan lain-lain.
o Kenaikan permintaan untuk jasa-jasa pemerintah misalnya meningkatnya urbanisasi, meningkatnya permintaan air minum, listrik, balai-balai pengobatan, merupakan juga penyebab membengkaknya anggaran pengeluaran pemerintah.
o Peperangan dan keamanan, ini adalah faktor yang sangat penting dalam melindungi masyarakat dan negara terhadap serangan-serangan baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar. Biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membeli peralatan barang, pembayaran untuk para veteran, membayar hutang-hutang perang, biaya pengobatan, dll adalah bagian terbesar dari pengeluaran anggaran ini.
Akibat-akibat dari Pengeluaran Pemerintah dalam Perekonomian
Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatan-kegiatan pemerintah memang sangat diperlukan dalam mengalokasikan resources terutama, pendistribusian pendapatan, melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan dari masyarakat pada pemerintah. Agar dapat terlaksananya kegiatan ini kadang-kadang dari masyarakat diharapkan kerelaannya menyerahkan resourses yang mereka miliki. Hyman (1987) mengatakan bahwa kegiatan pengeluaran pemerintah itu akan membawa pengaruh yang penting dalam kegiatan perekonomian dan juga berakibat pada bidang politik, yaitu:
a) Terjadinya keseimbangan politik
Pengeluaran pemerintah mengakibatkan terjadinya keseimbangan diantara barang-barang dengan jasa-jasa pemerintah serta tergantung juga kepada kebijaksanaan dalam penetapan pajak dari barang dan jasa-jasa itu. Kebijaksanaan sistem perpajakan yang terlalu sangat mempengaruhi masyarakat terutama pada masa pemilihan umum.
b) Terjadinya keseimbangan pasar pada umumnya dan adanya efisiensi dan resources yang dipakai masyarakat. Setiap pengeluaran pemerintah akan mempengaruhi harga barang-barang dan jasa-jasa yang berlaku di pasar bebas sehingga akan mempengaruhi tingkat efisiensi di dalam pengelolaan sumber-sumber yang digunakan masyarakat.
c) Pendistribusian pendapatan
Pendistribusian yang dilakukan pemerintah bukanlah berarti diperoleh dengan cara mengambil pendapatan seseorang kemudian membagikannya pada orang lain. Jika hal ini terjadi maka daya beli orang tersebut menjadi berkurang sehingga mempengaruhi permintaan dan akan mempengaruhi pula harga pasar. Dalam kenyataannya pemerintah menggunakan kebijaksanaan pengeluaran-pengeluaran sedimikian rupa dalam mempengaruhi barang dan jasa, tidak mengurangi penghasilan masyarakat serta terjadinya pendistribusian pendapatan yang lebih merata.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULANPENUTUP
1. Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Pengeluran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian dari pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan lazim Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan.
2. Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran lancar dan pos pengeluaran kapital. Sedangkan pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang sifatnya menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik
B. SARAN
Apabila dalam makalah masih terdapat kesalahan atau kekurangan, kami dari pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment