EFEKTIVITAS PUNTUNG ROKOK SEBAGAI BAHAN UTAMA PEMBUATAN INSEKTISIDA NABATI

No comments
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarahnya, rokok digunakan pada abad ke 11 oleh suku indian di Amerika. Mereka menghisap rokok untuk keperluan ritual saat memuja dewa atau roh. Penyebaran rokok dimulai ketika bangsa eropa menjelajahi benua amerika dan bertemu dengan suku indian. Pada awalnya mereka ragu untuk menghisap batangan silinder tersebut, tetapi sekali mencoba mereka merasa adanya efek candu yang ditimbulkan dari rokok tersebut. Akhirnya mereka memperkenalkan rokok tersebut ke benua eropa sekitar abad 16. Hingga sekarang rokok masih menjadi primadona kaum pria dan wanita.
Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh. Penggunaan pestisida biasanya dilakukan dengan bahan lain misalnya dicampur minyak dan air untuk melarutkannya, juga ada yang menggunakan bubuk untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer umumnya dalam formulasi dust, atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, juga bahan yang bersifat sinergis lainnya untuk penambah daya racun (Afriyanto, 2008).
Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT) adalah suatu senyawa insektisida yang digunakan di pertanian.  Amerika telah melarang penggunaan DDT pada tahun 1972 tetapi beberapa negara masih menggunakan senyawa kimia tersebut. DDT telah digunakan pada masa lampau untuk mengendalikan kutu. Ini masih digunakan di luar dari Amerika guna untuk membunuh nyamuk yang dapat menyebarkan penyakit malaria. DDT dan senyawa kimia yang mirip dengannya tetap bertahan dan sulit hilang dari dalam lingkungan dan di dalam jaringan hewan (CDC, 2009).
Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif untuk mengendalikan serangga hama. Insektisida nabati relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping (Kardinan, 2002).
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang, atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Thamrin.dkk, 2011).
Puntung rokok merupakan limbah yang jarang orang banyak tahu mengenai dampak yang ditimbulkannya pada lingkungan. Jumlah orang merokok di dunia sangat banyak, sehingga jumlah puntung rokok yang dibuang ke lingkungan juga sangat banyak. Di dalam puntung rokok terkandung DDT, Vinyl chloride, Karbon monoksida, Polonium 210, dan masih banyak lagi zat berbahaya lainnya. Zat ini yang juga ikut terbuang ke lingkungan sehingga lingkungan akan tercemar karena puntung rokok ini akan sulit diurai. Butuh 10 sampai 20 tahun untuk mengurai puntung rokok ini. Oleh karena itu penulis mencoba memanfaatkan puntung rokok ini sebagai bahan utama dalam pembuatan insektisida nabati dan membandingkan dengan insektisida nabati lainnya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka diperoleh masalah yang akan dirumuskan sebagai berikut :
a)      Apakah puntung rokok dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama dalam pembuatan insektisida nabati ?
b)      Apakah puntung rokok lebih efektif dibandingkan dengan daun nimba dan daun serai wangi dalam menangani OPT sebagai Insektisida nabati ?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui efektivitas puntung rokok sebagai bahan utama pembuatan insektisida nabati.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
a.    Secara teoritis, karya tulis ini dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dunia bahwa puntung rokok dapat dimanfaatkan dalam pembuatan insektisida nabati.
b.    Secara umum, karya tulis ini dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai efektivitas puntung rokok sebagai bahan utama pembuatan insektisida nabati.

TINJAUAN PUSTAKA
Insektisida nabati
Menurut peraturan pemerintah RI No 7 tahun 1973, yang dimaksud dengan pestisida ialah semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk : memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tak diinginkan, mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Insektisida adalah zat/senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau memberantas serangga (Pohan, 2004).
Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik (ideal) mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak berbahaya bagi binatang vertebrata termasuk manusia dan ternak, murah dan mudah didapat, mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar serta tidak berwarna dan tidak berbau yang tidak menyenangkan (Gandahusada, dkk., 1988).
Berdasarkan tempat masuknya, insektisida digolongkan atas racun kontak (contact poison) yang masuk tubuh serangga melalui kulit serangga, racun perut (stomach poison) yang masuk melalui alat pencernaan serangga, dan racun pernafasan (fumigans) yang masuk melalui saluran pernafasan (Soedarto, 1992).
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang, atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Thamrin.dkk, 2011).
Pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan menggunakan pestisida nabati, pestisida biologi dan agensia hayati merupakan terobosan baru yang perlu dikembangkan dan ditindaklanjuti. Hal tersebut penting karena dewasa ini sangat dirasakan adanya perubahan ekosistem tumbuhan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhannya dan menguntungkan bagi organisme pengganggu tanaman. Cara pengendalian tersebut diatas merupakan suatu usaha pengendalian yang sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) dan dipandang lebih aman dan akrab dengan lingkungan (Anonimous, 1999).
Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan atau mengubah prilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000).
Pestisida sintetik dapat menimbulkan dampak residu dan mengakibatkan terjadinya pencemaran pada tanah, air dan udara. Mengacu pada hal tersebut maka salah satu solusi yang ditempuh adalah dengan penggunaan pestisida nabati yang sifatnya ramah terhadap lingkungan. Selain itu penggunaan pestisida nabati dinilai sangat ekonomis karena bahan yang digunakan dalam pembuatan pestisida nabati mudah diperoleh dan biaya yang dibutuhkan relatif murah sehingga petani dapat menekan biaya produksi (Nurjannah, 2010).
 
Puntung Rokok

Beberapa zat kandungan rokok  dikenal mempunyai efek yang merugikan tulang dan kulit. Anda mungkin terkejut untuk menemukan nama beberapa bahan kimia dalam asap rokok. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1.  Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.
2. Benzene juga dikenal sebagai bensol merupakan senyawa kimia organik yang  mudah terbakar dan cairan tidak berwarna.
3.  Cadmium sebuah logam yang sangat beracun dan radioaktif yang ditemukan baterai.
4. Metanol (alkohol kayu) adalah alkohol yang paling sederhana yang juga dikenal sebagai metil alkohol.
5.  Asetilena (bahan bakar yang digunakan dalam obor las) merupakan senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan hidrokarbon alkuna yang paling sederhana.
6.  Amonia ditemukan di mana-mana di lingkungan tetapi sangat beracun dalam kombinasi dengan unsur-unsur tertentu.
7.  Formaldehida cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk mengawetkan mayat.
8.  Hidrogen sianida adalah racun yang digunakan sebagai fumigan untuk membunuh semut. Zat ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan pestisida.
9. Arsenik adalah bahan yang terdapat dalam racun tikus.
            DDT adalah insektisida yang pertama kali dibuat orang dan telah digunakan secara luas dan lama untuk keperluan kesehatan. DDT kemudian ternyata persisten, sehingga terakumulasi dalam jaringan makanan dan terjadi Biomagnifikasi. (ClC6H4)2CHCCl3 menyebabkan pusing kepala, mual, tremor, convulsi dan kerusakan hati, SSP, serta ginjal. Dosis kecil yang berulang dikatakan lebih berbahaya daripada dosis tunggal. Saat ini DDT sudah tidak boleh digunakan lagi (Said, 2011).
Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT) adalah suatu senyawa insektisida yang digunakan di pertanian.  Amerika telah melarang penggunaan DDT pada tahun 1972 tetapi beberapa negara masih menggunakan senyawa kimia tersebut. DDT telah digunakan pada masa lampau untuk mengendalikan kutu. Ini masih digunakan di luar dari Amerika guna untuk membunuh nyamuk yang dapat menyebarkan penyakit malaria. DDT dan senyawa kimia yang mirip dengannya tetap bertahan dan sulit hilang dari dalam lingkungan dan di dalam jaringan hewan (CDC, 2009).
Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Pada pH fisiologis, sebanyak 31% nikotin berbentuk bukan ion dan dapat melalui membran sel. Asap rokok pada umumnya bersifat asam (pH 5,5). Pada pH ini nikotin berada dalam bentuk ion dan tidak dapat melewati membran secara cepat sehingga di mukosa pipih hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok.
Nimba
            Tanaman nimba mengandung senyawa bioaktif yang sangat potensial sebagai bahan pembuatan pestisida alami. Kandungan racun yang terdapat pada tanaman nimba adalah azadirachtin, salannin, meliantriol, dan nimbin yang terutama terdapat dalam biji dan daun tanaman. Zat azadirachtin memiliki daya bunuh terhadap serangga hama. Tanaman nimba sangat potensial sebagai pestisida biologi dalam program pengendalian hama terpadu (PHT) atau pengendalian secara biologi, untuk mengurangi atau meminimalkan penggunaan pestisida sintetis. Diluar negri pestisida yang berasal dari tanaman nimba diperdagangkan dengan nama Neem oil, margosan, nemazal, dan azatin (Ramesh, 2010).
Racun Nimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu hama pada proses metamorfosa, makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya. Pestisida nabati mimba adalah pestisida yang ramah lingkungan, sehingga diperbolehkan penggunakannya dalam pertanian organik (tercantum dalam SNI Pangan Organik), serta telah dipergunakan di berbagai negara, termasuk Amerika yang dikenal sangat ketat peraturannya dalam penggunaan pestisida, yaitu diawasi oleh suatu badan yang disebut EPA (Environmental Protection Agency).
Azadirachtin yang dikandung nimba berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian.
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (antifeedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari Nimba, seringkali hamanya tidak mati seketika setelah diaplikasi (knock down), namun memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama yang telah terpapar tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam keadaan sakit.
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan hama serangga enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus menarik terjadi ketika belalang Schistocerca Nimbin dan Nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus, bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam mengendalikan penyakit tanaman (Kardiman, 2006).
Serai Wangi
Minyak serai wangi tergolong insektisida nabati. Menurut Kardinan (2002), insektisida nabati mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan, relatif aman bagi manusia dan hewan. Contoh insektisida nabati adalah tanaman cengkih yang mengandung eugenol dan serai yang mengandung senyawa sitronelal. Rizal (2008) menyatakan bahwa minyak cengkih bermanfaat sebagai insektisida terhadap nyamuk Culex sp. Serai wangi bermanfaat sebagai insektisida penolak nyamuk Culex sp. dan Aedes aegypti  (IPB, 2009).
Harris (1987) menyatakan bahwa sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant) saat kontak dengan serangga dan mati akibat kehilangan cairan terus menerus. Mutchler (1991) diacu dalam Setyaningrum (2007) menerangkan bahwa mekanisme kerja racun kontak sitronela adalah menghambat enzim asetilkolinesterase, sehingga terjadi fosforilasi asam amino serin pada pusat asteratik enzim bersangkutan. Gejala keracunannya timbul karena adanya penimbunan asetilkolin yang menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, kejang, kelumpuhan pernafasan, dan kematian (IPB, 2009).
Secara umum, minyak serai wangi digunakan dalam produk antiserangga berkisar antara 0.05% dan 15 %. Aplikasinya dapat dilakukan secara tunggal atau dikombinasikan dengan minyak lavender, cengkih, bawang putih, dan minyak cedar (Barnard 2000). Wahyuningtyas (2004) menyatakan bahwa minyak serai wangi pada konsentrasi 2.5% dapat menolak nyamuk Aedes aegypti Linnaeus. Kiswanti (2009) telah melakukan uji efikasi produk gel penolak nyamuk terhadap 25 ekor nyamuk Culex quinquefasciatus. Hasil penelitiannya menunjukan jumlah nyamuk yang jatuh setelah 6 jam dan dinyatakan mati, pada konsentrasi serai wangi 10% adalah 26,67%, pada konsentrasi 15% adalah 52% dan pada konsentrasi 20% mencapai 60% (IPB, 2009).
Hasil penelitian Sukma (2009), yaitu obat nyamuk elektrik berbahan aktif minyak serai wangi memiliki efektivitas sebagai anti nyamuk Aedes aegypti dengan LC90 adalah 25.63 ± 2.30%. Artinya, 90 % nyamuk yang mati dari 25 ekor nyamuk yang diujinya, disebabkan oleh konsentrasi minyak serai wangi sebesar 25,63%. Selain itu, hasil penelitian Pandia et al. (2008) menunjukkan bahwa minyak serai wangi dapat membunuh delapan dari 10 nyamuk Aedes aegypti selama pengamatan 30 menit. Ini dilakukan dengan cara menyemprotkan 10% minyak serai wangi yang dicampurkan dalam air. Rondonuwu dan Langi (2006), menyatakan bahwa pada konsentrasi minyak serai wangi 0.25% cukup untuk membunuh larva nyamuk Aedes spp. dan dapat mencegah nyamuk bertelur, serta memiliki daya penolakan dalam radius kurang dari 1 m (IPB, 2009).
 

METODE PERCOBAAN
Tempat dan Waktu
            Percobaan ini dilaksanakan di dalam salah satu ruangan  rumah penulis yang beralamat di Jl. Platina 2 ling. XI Titipapan, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Percobaan ini dilakukan selama 5 hari dimulai dari tanggal 29 Maret 2012 sampai tanggal 3 April 2012.
Bahan dan Alat
            Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah puntung rokok, daun nimba dan daun serai wangi sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati, ulat grayak (Spodoptera litura) sebanyak 4 ekor per stoples (ada 4 stoples) sebagai objek pengamatan, detergen sebagai bahan perekat pada pestisida nabati, air sebagai bahan tambahan dalam pembuatan pestisida nabati, dan daun kol sebagai makanan ulat grayak.
            Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah blender sebagai alat penghancur daun nimba dan daun serai wangi, beaker glass sebagai gelas takaran dalam pencampuran larutan, stoples sebagai tempat pengamatan pestisida nabati, kain kassa sebagai penutup stoples, ember sebagai tempat ekstrak pestisida nabati yang telah jadi, gunting sebagai alat untuk memotong kain kassa, dan alat lainnya yang dibutuhkan dalam pembuatan pestisida nabati.
Metode Percobaan
            Metode Percobaan ini dilakukan dengan satu faktor, yaitu faktor perlakuan. dimana terdapat 4 perlakuan :
1.      Kontrol yaitu tidak diberikan pestisida nabati atau hanya diberikan air saja
2.      Puntung Rokok yaitu diberikan pestisida nabati yang dihasilkan dari rendaman puntung rokok selama 10 hari
3.      Ekstrak Nimba yaitu diberikan pestisida nabati yang dihasilkan dari pengekstrakan daun nimba
4.      Ekstrak Serai Wangi yaitu diberikan pestisida nabati yang dihasilkan dari pengekstrakan daun serai wangi
Seluruh perlakuan ini diaplikasikan secara sistemik tanpa aplikasi secara kontak, karena dari beberapa penelitian menyatakan bahwa aplikasi pestisida secara sistemik lebih efektif dibandingkan secara kontak. Sehingga penulis lebih memilih cara aplikasi sistemik sebagai teknik aplikasi perlakuan yang ada.
Prosedur Percobaan
-       Puntung rokok dikumpulkan dalam 1 ember plastik lalu di tambahkan air, dan didiamkan selama 10 hari
-       Daun nimba dan serai wangi di blender dan dijadikan ekstrak lalu didiamkan selama 1 malam
-       Setelah semua selesai, Untuk ekstrak daun nimba dan daun serai wangi tambahkan detergen sebagai bahan perekat sedangkan air hasil rendaman puntung rokok tersebut cukup disaring
-       Masukkan cairan pestisida nabati ke dalam 4 ember (1 ember untuk perlakuan puntung rokok, 1 ember untuk perlakuan nimba, 1 ember untuk perlakuan serai wangi, dan 1 lagi untuk perlakuan kontrol)
-       Rendam daun kol ke dalam masing-masing ember yang telah berisi cairan sesuai dengan perlakuan selama 3 menit
-       Dimasukkan daun kol tersebut ke dalam stoples sesuai dengan perlakuan
-       Dimasukkan ulat grayak ke dalam stoples, dengan masing-masing stoples sebanyak 4 ekor ulat
-       Ditutupi masing-masing stoples dengan potongan kain kassa yang telah disesuaikan dengan ukuran stoples
-       Diamati setiap hari selama 5 hari berturut-turut dan ambil datanya
 
ANALISIS DAN SINTESIS
Analisis Permasalahan
Tanggal Pengamatan
Perlakuan
Kontrol
Puntung Rokok
Ekstrak Daun Nimba
Ekstrak Daun Serai Wangi
Hidup
Mati
Hidup
Mati
Hidup
Mati
Hidup
Mati
30-3-2012
4
0
2
2
3
1
3
1
31-3-2012
4
0
0
4
2
2
1
3
01-4-2012
4
0
0
4
0
4
0
4
02-4-2012
3
1
0
4
0
4
0
4
03-4-2012
3
1
0
4
0
4
0
4

Sintesis Permasalahan
            Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa pada hari pertama pengamatan diperoleh untuk perlakuan kontrol tidak ada ulat grayak yang mati, untuk perlakuan puntung rokok diperoleh 2 ekor ulat grayak yang mati, serta untuk perlakuan ekstrak daun nimba dan daun serai wangi diperoleh sebanyak 1 ekor ulat grayak yang mati. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan puntung rokok adalah yang paling cepat membunuh ulat grayak karena dalam puntung rokok tersebut terdapat senyawa DDT, Vinyl chloride, Karbon monoksida, Polonium 210, dan bahkan nikotin. Pada dasarnya DDT merupakan senyawa kimia yang terkandung dalam insektisida untuk pertanian. Sehingga tidak mengherankan jika puntung rokok mampu membunuh ulat secara cepat dibandingkan perlakuan yang lain. Pernyataan ini didukung literatur CDC (2009) yang menyatakan bahwa DDT adalah senyawa yang terkandung di dalam insektisida untuk pertanian.
            Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa ulat grayak yang mati seluruhnya secara cepat adalah perlakuan puntung rokok, yaitu selama 2 hari. Sedangkan pada perlakuan kontrol sampai hari terakhir pengamatan belum semua ulat grayak yang mati, perlakuan ekstrak daun nimba dan ekstrak daun serai wangi menunjukkan pada hari ketiga seluruh ulat grayak mati. Hasil ini membuktikan bahwa puntung rokok efektif sebagai insektisida nabati karena ia banyak mengandung senyawa kimia yang dapat membunuh serangga.
            Pada perlakuan kontrol dapat kita lihat bahwa ulat grayak sulit sekali mati. Bahkan sampai hari terakhir pengamatan ulat grayak masih belum mati semua. Ulat grayak yang mati pada perlakuan kontrol bukan disebabkan oleh racun atau senyawa kimia lainnya karena pada perlakuan ini hanya diberikan air saja, selain itu kematian ulat pada pelakuan kontrol tidak menunjukkan ciri yang sama dengan kematian ulat pada perlakuan lainnya seperti menghitam, kering, dan busuk. Oleh karena itu dapat kita lihat bahwa pengendalian ulat grayak tidak bisa dengan cara didiamkan saja atau disemprot dengan air. Karena perlakuan seperti ini hanya akan merugikan petani sayuran

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan
1.      Puntung rokok dapat digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan insektisida nabati
2.      Insektisida yang berasal dari puntung rokok lebih efektif dalam membunuh ulat grayak dibandingkan dengan insektisida ekstrak daun nimba dan ekstrak serai wangi
3.      Ulat grayak yang paling cepat mati adalah ulat grayak yang diberi perlakuan insektisida puntung rokok

Rekomendasi
            Bagi perokok aktif sebaiknya setelah merokok, puntung rokok dikumpulkan dalam suatu wadah agar kandungan puntung rokok belum sempat mencemari lingkungan. Sehingga puntung rokok dapat dimanfaatkan secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2010. Kandungan asap rokok. Respiratory, Jakarta. http://zulrose.tripod.com. [1 april 2011].


Admin1. 2010. Nikotin dan kesehatan. Official website, Jakarta. http://www.blogdokter.net. [1 april 2011].

Admin. 2008. Rokok. Official website, Jakarta. http://id.wikipedia.co.id.             [1 april 2011].

Admin. 2010. Tar cigarettes affect health. Official website, New jersey. http://www.ehow.com. [1 april 2011].

DEPKESRI. 2004. Perokok pasif mempunyai resiko lebih besar dibandingkan perokok aktif. Direktorat jendral kesehatan masyarakat. Direktorat promosi kesehatan.

Dwitagamal, D. 2007. Kandungan rokok. Official website, Malaysia. http://bahayarokok.blogspot.com. 2009. [1 april 2011].

Hadiyani, Murti. 2010. Keracunan karbon monoksida. Badan POM. Jakarta.

Joewana, S. 2004. Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan Zat Psikoaktif : Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba. Penerbit EGC. Jakarta.

Tandra, H. 2003. Merokok dan Kesehatan. http://www.antirokok.or.id [online].

WHO. 2008. Who Report on the global tobacco epidemic. WHO. USA.

Wijaya, A. Pengganti rokok – cara mudah berhenti merokok. Official website, Jakarta. http://bahayamerokok.net. [1 april 2011].
Gandahusada dkk. 1988. Parasitologi Kedokteran. FK Universitas Indonesia, Jakarta.
Soedarto. 1992. Entomologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

No comments :

Post a Comment