MAKALAH TENTANG OKSIGEN

No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas bagi pembelahan dan pertumbuhan sel-sel pada jaringan yang dikulturkan secara in vitro. Oksigen berkorelasi langsung dengan aktivitas polifenol oksidase (PPO) dapat menyebabkan pencoklatan hingga sering terjadi  kematian awal dari tunas bambu yang ditanam secara in vitro yang kemungkinan terlibat dalam beberapa aspek kimia yaitu sebagai mediator dalam pseudocyclic photophosphorylation.
Oksigen berperan dalam proses fotosintesis dari planlet hanya dihasilkan dari air, bukan dari karbon dioksida. Persentase berat kering planlet berhubungan dengan kadar air planlet. Kekurangan air menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis. Akibatnya fotosintat yang dihasilkan menurun jumlahnya, selain itu kadar oksigen (O2) yang dibebaskan juga berkurang sehingga planlet yang dihasilkan akan lebih rendah persentase berat keringnya.
Selain berperan dalam fotosintesis oksigen juga merupakan nutrisi kunci untuk mikroba anaerob, biasanya ditemukan sebagai penyusun air selular dan komponen organik. Karbohidrat merupakan sumber oksigen yang baik untuk beberapa mikroba, Mikroba yang mendapatkan energi dari proses respirasi, membutuhkan oksigen sebagai final oksigen atau elektron acceptor. Kelarutan oksigen dalam air sangat rendah (6,99 ppm pada 350C). Transfer oksigen dari udara-permukaan cairan ke media pertumbuhan harus dilakukan secara kontinu untuk memenuhi kebutuhan sebanyak mungkin mikroba yang ada dalam kultur tersebut (Stanbury and Whitaker, 1984).
Begitu penting pengaruh oksigen di dalam kultur jaringan, sehingga kami sajikan makalah ini untuk mengkaji peranan oksigen dalam teknik in vitro.
 
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu bagaimana peranan serta pengaruh oksigen dalam kultur jaringan.
C.      Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Teknik In Vitro dan untuk mengetahui lebih jauh tentang peranan oksigen dalam kultur jaringan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Oksigen
Read (1990) menyatakan bahwa oksigen merupakan salah satu faktor pembatas bagi pembelahan dan pertumbuhan sel-sel pada jaringan yang dikulturkan secara in vitro. Jay et al., (1992) menyatakan bahwa selama fase proliferasi, laju pertumbuhan kultur sel tanaman Daucus carota lebih rendah dan penyerapan gula mengalami hambatan pada kadar oksigen 10% dibandingkan kadar oksigen 100%.
B.       Peran dan Fungsi Oksigen dalam Kultur Jaringan
Dalam kondisi lingkungan fotoautotrof, pertumbuhan dan perkembangan eksplan sangat dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan seperti adanya intensitas cahaya, konsentrasi karbon dioksida (CO2), kelembaban (kadar air), suhu, kadar fotosintat (hasil fotosintesis) dan sebagainya, sehingga proses fotosintesis eksplan berlangsung optimal dalam menghasilkan gula danoksigen yang diperlukan sebagai makanannya (Kozai et al 1992).
Oksigen dari proses fotosintesis hanya dihasilkan dari air, bukan dari karbon dioksida. Persentase berat kering planlet berhubungan dengan kadar air planlet. Kekurangan air menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis. Akibatnya fotosintat yang dihasilkan menurun jumlahnya, selain itu kadar oksigen (O2) yang dibebaskan juga berkurang sehingga planlet yang dihasilkan akan lebih rendah persentase berat keringnya.
Selain berperan dalam fotosintesis oksigen juga merupakan nutrisi kunci untuk mikroba anaerob, biasanya ditemukan sebagai penyusun air selular dan komponen organik. Karbohidrat merupakan sumber oksigen yang baik untuk beberapa mikroba, Mikroba yang mendapatkan energi dari proses respirasi, membutuhkan oksigen sebagai final oksigen atau elektron acceptor. Kelarutan oksigen dalam air sangat rendah (6,99 ppm pada 350C). Transfer oksigen dari udara-permukaan cairan ke media pertumbuhan harus dilakukan secara kontinu untuk memenuhi kebutuhan sebanyak mungkin mikroba yang ada dalam kultur tersebut (Stanbury and Whitaker, 1984).
Kebutuhan oksigen di awal proses (pada saat media masih cukup viskos) lebih kecil karena jumlah mikroba masih sedikit dibandingkan pada akhir proses (Stanbury and Whitaker, 1984). Pertumbuhan biomassa dan bentuk morfologi mikroba mempengaruhi transfer oksigen. Fermentasi bakteri dan yeast cenderung menghasilkan kaldu fermentasi Newtonian dan tidak viskos (kondisi aliran turbulen tercapai) sehingga tidak menghambat proses transfer oksigen. Penurunan kadar oksigen dalam sel akan menghambat proses biosintesis sehingga menurunkan laju pertumbuhan biomassa.
Oksigen berperan sebagai proses metabolisme dan pertumbuhan eksplan.Adanya suplai oksigen yang cukup dalam media cair menyebabkan pembentukan akar lebih cepat dibandingkan dengan eksplan dalam keadaan yang tenggelam (Marlin, 2001).
Sel mengalami stress oleh lingkungan ekstrim dan metabolit sekunder dihasilkan sebagai respon atas lingkungan yang kritis tidak ada suplai nutrisi dan oksigen, fase stasioner dicapai lebih cepat sedangkan pada perlakuan yang disubkultur, sel memperoleh suplai nutrisi dan oksigen sehingga sel terkonsentrasi dalam pertumbuhan dan fase stasioner dicapai lebih lama.
Hasil yang diperoleh ini juga sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh Rijhwani & Shanks (1998) dimana kandungan tabersonine pada akar rambut Catharanthus roseus mengalami penurunan linear terhadap biomassa dari hari ke-21 menuju hari ke-35, kandungan tabersonine berkorelasi terbalik dengan biomassa akar.
Konsentrasi oksigen juga mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam suatu wadah medium yang berbeda. Peranan oksigen dalam kultur jaringan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti yang menyatakan menyatakan bahwa selama kultur embrio somatik Daucus Carota terjadi penurunan rata-rata penyerapan oksigen sejalan dengan semakin berkembangnya embrio.
Jay et al., (1992) menyatakan bahwa selama fase proliferasi, laju pertumbuhan kultur sel tanaman Daucus carota lebih rendah dan penyerapan gula mengalami hambatan pada kadar oksigen 10% dibandingkan kadar oksigen 100% namun tidak memperlihatkan pengaruh terhadap bobot kering akhir jaringan.
C.      Kasus 1
Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Siti Fadillah, dkk yang berjudul Perbanyakan Rumput Laut (Gracilaria Verucossa) Dengan Kultur Jaringan Menggunakan Wadah Yang Berbeda dilakukan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Jl.Makmur Dg.Sitakka, Maros, SULAWESI Selatan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan wadah yang berbeda dalam kultur jaringan  rumput laut. Hasil yang didapatkan yaitu:
1.      Panjang tunas pada stoples 2,40 sedangkan pada botol 2,42.
2.      Jumlah tunas pada penggunaan stoples yaitu 7,50 sedangkan dalam botol 7,03.
3.      Jumlah cabang lebih banyak dalam stoples sekitar 26,70 sedangkan dalam botol sekitar 6,20.
Hal ini terjadi adanya suplai nutrisi dan oksigen dalam stoples mengakibatkan meningkatnya jumlah tunas dan cabang dalam stoples dibandingkan botol kultur.
Kultur dalam tertutup sehingga tidak ada penambahan oksigen dari luar oksigen yang digunakan hanya hasil fotosintesis dari eksplan itu sendiri.
D.      Kasus 2
Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Francielo Vendruscolo, M´arcio Jos´e Rossi, Willibaldo Schmidell, and Jorge Luiz Ninow di  Microbiology, Immunology and Parasitology Department, Federal University of Santa Catarina (UFSC), P.O. Box 47688040-900 Florian´opolis, SC, Brazil bertujuan untuk mengetahui kelaruta oksigan dalam media kultur jaringan. Hasil dari penelitian ini bahwa kelarutan oksigen dalam media kultur sebelum inokulasi mikroorganisme adalah 6.772mgO2-L 1, 11,8% lebih rendah bila dibandingkan untuk kelarutan oksigen dalam air suling (7.677mgO2 L-1).
Selain itu hasil analisis juga menunjukan bahwa perubahan konsentrasi gula terutama bertanggung jawab untuk perubahan kelarutan oksigen selama konsumsi glukosa dan Koreksi dari kelarutan oksigen dalam medium kultur meningkatkan akurasi dan presisi dalam menentukan tingkat penyerapan oksigen tertentu.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas bagi pembelahan dan pertumbuhan sel-sel pada jaringan yang dikulturkan secara in vitro. Peranan oksigen dalam kultur jaringan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti yang menyatakan menyatakan bahwa selama kultur embrio somatik Daucus Carota terjadi penurunan rata-rata penyerapan oksigen sejalan dengan semakin berkembangnya embrio.
Suplai nutrisi dan oksigen dalam stoples mengakibatkan meningkatnya jumlah tunas dan cabang dalam stoples dibandingkan botol kultur. Kultur dalam tertutup sehingga tidak ada penambahan oksigen dari luar oksigen yang digunakan hanya hasil fotosintesis dari eksplan itu sendiri.
B.       Saran
Saran dari kami untuk pembaca yaitu lebih banyak membaca dan mencari materi mengenai oksigen dalam kultur jaringan karena makalah kami masih jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Vendruscolo. F., M´arcio Jos´e Rossi, Willibaldo Schmidell, Jorge Luiz Ninow. 2012. Determination of Oxygen Solubility in Liquid Media; Federal University of Santa Catarina (UFSC). Brazil. J. Article ID 601458, 5 pages doi:10.5402/2012/601458
Pertamawati. 2010. Pengaruh Fotosintesis Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L.) Dalam Lingkungan Fotoautotrof Secara Invitro; Pusat TFM - BPP Teknologi.Jakarta
Fadillah. S.,Rosmiati, dan E. Suryanti.2010. Perbanyakan Rumput Laut (Gracilaria Verucossa) Dengan Kultur Jaringan Menggunakan Wadah Yang Berbeda. Maros .Sulawesi Selatan
Hutami. Sri. 2008. Masalah Pencoklatan pada Kultur Jaringan; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor

No comments :

Post a Comment