MAKALAH KERAGAMAN SOMAKLONAL LENGKAP

No comments


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk merakit varietas unggul baru. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan plasma nutfah yang tersedia di alam dan dapat pula dengan melakukan persilangan. Salah satu teknologi pilihan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah melalui teknologi kultur in vitro.
Larkin dan Scowcroft (1981) menghasilkan berbagai variasi somaklonal yang tersebar secara luas dan disebutkan bahwa tanaman yang berasal dari berbagai bentuk kultur sel disebut somaclones dan variasi genetik yang terjadi termasuk variasi/keragaman somaklonal. Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik yang dihasilkan melalui kultur jaringan (Larkin dan Scowcroft 1981; Scowcroft et al. 1985). Menurut Wattimena (1992) keragaman somaklonal berasal dari keragaman genetik eksplan dan keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan. Keragaman pada eksplan disebabkan adanya sel-sel bermutasi maupun adanya polisomik dari jaringan tertentu.
Beberapa tanaman hasil seleksi somaklonal yang telah dilepas antara lain tebu tahan penyakit dengan kadar sukrosa yang lebih tinggi serta jagung, tembakau, anggrek, bawang, nenas, dan kentang dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik (Mariska dan Lestari 2003). Penerapan mutasi induksi di Indonesia yang sudah menghasilkan varietas baru terutama pada tanaman padi, yaitu untuk mendapatkan tanaman dengan umur genjah, tahan terhadap serangan patogen dan kekeringan serta kualitas biji yang disenangi konsumen. Beberapa varietas padi hasil mutasi antara lain Atomita 1, 2, 3, dan 4, padi gogo Situgintung, Winongo,
Cilosari, dan Diah Suci (Mugiono dan Dwimahyani 2008).
Dengan terbuktinya bahwa keragaman somaklonal dapat membentuk variasi baru maka metode tersebut diaplikasikan pada tanaman hortikultura, pangan, dan industri.
B.       Rumusan Masalah
Adapun masalah yang diangkat dari makalah ini yaitu :
1.      Apa yang dimaksud dengan Keragaman Somaklonal?
2.      Bagaimana pemanfaatan dan penerapan Keragaman Somaklonal?
3.      Bagaimana prospek Keragaman Somaklonal?
4.      Apa saja faktor-faktor penyebab dari Keragaman Somaklonal?
C.      Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui peneyebab terjadinya keragaan somaklonal dan penerapan serta pemanfaatan dari keragaman sumaklonal di lingkungan sekitar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Keragaman Somaklonal
Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik yang dihasilkan melalui kultur jaringan (Larkin dan Scowcroft 1981; Scowcroft et al. 1985). Menurut Wattimena (1992) keragaman somaklonal berasal dari keragaman genetik eksplan dan keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan. Keragaman pada eksplan disebabkan adanya sel-sel bermutasi maupun adanya polisomik dari jaringan tertentu. Keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom (fusi endomitosis), perubahan struktur kromosom (pindah silang), perubahan gen dan sitoplasma (Evans dan Sharp 1986; Ahlowalia 1986). Keragaman sumaklonal berasal dari kultur sel pucuk, daun, akar atau organ tanaman yang lain.
Tanaman yang berasal dari keragaman sumaklonal dinamakan sumaklon, protoklon untuk dari protoplas, gametoklon dari gamet, dan kaliklon yang berasal dari kalus (Skirvin et.al.1993). Muller et al. (1990) mengatakan bahwa variasi somaklonal pada tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan dapat digunakan untuk meregenerasikan kultivar baru. metode keragaman somaklonal yang banyak dimanfaatkan adalah seleksi in vitro. Metode tersebut lebih efektif dan efisien karena perubahan lebih diarahkan pada perubahan sifat yang diharapkan.
B.       Pemanfaatan Dan Penerapan Keragaman Somaklonal
Collin  dan Edwards  (1998) melaporkan bahwa pada tahap awal variasi somaklonal dapat memberikan suatu kontribusi yang nyata pada pemuliaan tanaman. Regenerasi selanjutnya selalu menunjukkan variasi   yang luas dalam morfologi  tetapi sebagian besar akan hilang pada biji pertama yang dihasilkan. Walaupun variasi tidak mempengaruhi semua  sifat dan tidak selalu menguntungkan di dalam pertanian, tetapi dengan  seleksi kemungkinan dapat diperoleh nomor-nomor yang berguna dari  sumber variasi tersebut. Misalnya peningkatan ketahanan terhadap herbisida klorosulfuran padatanaman jagung, kenaikan toleransi  terhadap imidazilinone pada jagung, ketahanan terhadap  Helminthosporium sativum pada gandum dan barley, toleransi terhadap  garam pada rami,  juga peningkatan terhadap pembekuan, kualitas butir  dan kandungan protein pada  gandum, serta peningkatan ukuran biji dengan kandungan protein yang  tinggi  pada padi.
Walaupun telah banyak hasil pemanfaatan variasi  somaklonal secara kultur in vitro pada pemuliaan tanaman, penelitian konvensional masih dilakukan dengan kemajuan yang nyata pada tanaman-tanaman penting. Beberapa contoh hasil   pemanfaatan  variasi   so- maklonal sebagai tanaman unggul baru di antaranya: Mawar  mini (Rosa hibrida  L.), Panili (Vanilla planifolia), Nilam (Pogostemon cablin), Padi (Oryza sativa L.) dan kacang tanah. Selain itu beberapa tanaman hasil  seleksi somaklonal yang telah dilepas antara lain  tebu tahan penyakit dengan kadar  sukrosa  yang   lebih  tinggi   serta  jagung, tem- bakau, anggrek, bawang, nenas, dan  kentang dengan kualitas  dan   kuantitas yang  lebih  baik  (Mariska dan Lestari  2003).
C.      Prospek Keragaman Somaklonal
Prospek kultur in vitro untuk peningkatan keragaman genetik terhadap perubahan  sifat  tertentu dan tipe tanaman  yang   beradaptasi  dengan baik sangat baik untuk untuk dikembangkan walaupun tanpa melalui hibridisasi. Variasi  yang  berasal dari  kultur  jaringan harus diperhatikan secara serius sebagai komponen dalam program pemuliaan hanya bila  memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Perubahan harus stabil
2.      Perubahan harus merupakan sifat-sifat  penting seperti vigor,  hasil,  kemasakan, tipe tanaman, fertilitas, dan  lain-lain
3.      Variasi somaklonal  yang  menarik pada umumnya meliputi  sifat-sifat positif yang belum ada pada nomor-nomor galur yang  dihasilkan oleh para pemulia tanaman.
4.      Kemampuan  identifikasi  dan karakterisasi variasi somaklonal tidak melebihi dari syarat-syarat yang diperlukan dalam pemuliaan secara konvensional
D.      Faktor – Faktor Penyebab Keragaman Sumaklonal
Dasar variasi somaklonal belum sepenuhnya dimengerti dengan baik, tetapi dicurigai bahwa perubahan kromosom, aktifitas tronsposon, perubahan status metilasi DNA, dan mutasi titik merupakan faktor-faktor penyebabnya (Thrope, 1990). Variasi somaklonal yang terjadi pada kultur jaringan ditenggarai oleh sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap variasi yang dihasilkan dan seberapa banyak variasi yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut adalah (Karp, 1995):
1.      Tingkat pertumbuhan awal organ meristematik
Pertumbuhan di dalam kultur dapat terjadi dari meristem yang sudah dibentuk atau dari bentuk yang tidak teratur yaitu kalus yang dihasilkan dari embriogenesis somatik atau organogenesis. Diduga bahwa dalam pertumbuhan yang tidak teratur, terjadi penahanan (pengurangan) pembatasan yang bertindak untuk mengeleminasi variasi genetik dalam meristem normal atau karena adanya mekanisme induksi ketidakstabilan genetik.
2.      Konstitusi (susunan) genetik material awal
Banyak bukti mengindikasikan bahwa variasi somaklonal tergantung pada genotipe tanaman dari mana eksplan berasal. Genotipe merupakan faktor penting di dalam menimbulkan variasi somaklonal, karena genotipe dapat mempengaruhi frekuensi regenerasi dan frekuensi variasi somaklonal yang terjadi (Karp, 1995). Material awal yang berupa ploidi merupakan salah satu faktor variasi somaklonal. Diperoleh ketidakstabilan kromosom pada regeneran yang poliploid dibandingkan dengan diploid atau haploid. Menurut Karp (1995), Mutasi gen akan mempunyai ekspresi yang lebih baik pada tanaman haploid dan diploid.
3.      Zat pengatur tumbuh
Menurut Karp (1995), banyak bukti menunjukkan bahwa variasi somaklonal dipengaruhi oleh pemilihan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh di dalam media. Kemungkinan zat pengatur tumbuh tersebut bertindak seperti mutagen. Konsentrasi garam-garam nutrien yang tinggi seperti kalsium dan EDTA pada media kultur dapat meningkatkan ketidaknormalan kromosom pada kultur sel. Penggunaan 2,4-D dan NAA dalam media kultur kentang meningkatkan frekuensi tanaman abnormal (Shepard et al., 1981). Bayliss (1980), menyatakan bahwa kondisi kultur dengan media yang mengandung auksin kuat dapat mengimbas proses dedifirensiasi sehingga kromosom menjadi tidak stabil dan mengganggu siklus mitosis serta replikasi DNA.
4.      Sumber jaringan atau eksplan (the tissue source)
Organ eksplan yang digunakan merupakan sumber yang sangat penting dalam menginduksi variasi somaklonal, karena jaringan yang berbeda dapat menimbulkan frekuensi variasi somaklonal. Semakin tua atau semakin khusus suatu jaringan, maka akan semakin besar variasi yang diperoleh dari tanaman yang diregenerasikan. Penggunaan daun, tangkai daun atau batang kentang melalui fase kalus dapat meningkatkan keragaman somaklonal (Scowcroft,1984).
5.      Lamanya kultur in vitro
Telah diyakini secara luas bahwa masa kultur in vitro yang lama dapat menyebabkan jumlah kromosom beragam. Selanjutnya Bayliss (1980), menyatakan bahwa semakin lama periode kultur akan menyebabkan frekuensi aberasi kromosom akan semakin meningkat. Mc Coy et al., (1982), melaporkan  bahwa tanaman Avena sativa mengalami peningkatan frekuensi tanaman yang abnormal sitogenetiknya dengan bertambahnya periode kultur, karena terjadi pematahan kromosom, kehilangan kromosom, perubahan dalam kromosom, dan aneuploidi.
E.       Kasus 1 (Keragaman Somaklonal)
Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Endang G.Lestari, Ragapadmi Purnamaningsih, M. Syukur,  dan  Rosa Yunita yang berjudul Keragaman Somaklonal untuk Perbaikan Tanaman  Artemisia (Artemisia annua L.) melalui Kultur In Vitro dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan  Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor  bertujuan untuk mendapatkan  genotipe tanaman  berbunga lebih  lambat  dan   biomasa lebih tinggi  dibandingkan dengan tanaman  induknya serta kandungan artemisinin >0,5%.
Metode Percobaan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari   beberapa tahap, yaitu:
1.     Menentukan dosis iradiasi yang optimum,
2.     Multiplikasi tunas hasil iradiasi dan perbanyakan genotipe,
3.     Aklimatisasi,
4.     Karakterisasi dan  seleksi genotipe di lapang.
Hasil dari penelitian ini yaitu penggunaan dosis  tertinggi untuk  iradiasi tunas  pucuk  artemisia  adalah 60 Gy dan terendah 40 Gy. Iradiasi pada dosis 40-60 Gy menghasilkan variasi warna daun dan batang, tinggi tanaman, percabangan, umur berbunga, dan  biomasa serta kandungan artemisinin (variasi somaklonal). Selain itu diperoleh 8 genotipe tanaman yang  baru berbunga umur 8 bulan dan  tingginya mencapai 2 m.
F.       Kasus 2 (Keragaman Sumaklonal)
Jurnal yang membahas tentang Peningkatan Keragaman Genetik Tanaman  melalui Keragaman Somaklonal, yang disusun oleh Sri Hutami,  Ika Mariska,  dan  Yati Supriati dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan  Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar 3A, Bogor bertujuan untuk mengetahui bukti bahwa keragaman somaklonal dapat membentuk variasi  baru maka metode tersebut diaplikasikan pada tanaman hortikultura, pangan, dan industri.
Beberapa contoh hasil   pemanfaatan  variasi   somaklonal sebagai tanaman unggul baru yaitu:
1.     Mawar  mini (Rosa hibrida  L.) yang memiliki warna yang khas.
2.     Panili (Vanilla planifolia) yang tahan terhadap serangan patogen Fusarium oxysporum.
3.     Nilam (Pogostemon cablin) yang mendapatkan 5 somaklon nilam yang memiliki potensi minyak yang lebih tinggi.
4.     Padi  (Oryza sativa L.) yang memperoleh  somaklon yang menunjukkan keragaman genetik yang tinggi dan tahan kekeringan.
G.      Kasus 3 (Keragaman Somaklonal)
Jurnal penelitian yang dilakukan Yusnita, Hajrial A., Rita Megia, Rusmilah Suseno, dan Sudarsono dengan judul penelitian yaitu Varian Somaklonal Kacang Tanah Resisten Sclerotium Rolfs Hasil Seleksi In Vitro Menggunakan Filtrat Kultur Cendawan yang dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bandung (IPB) dilaksanakan pada bulan Februari 2004 sampai dengan Februari 2005 bertujuan dalam mengevaluasi respon ketahanan galur – galur somaklon kacang tanah hasil seleksi in vitro generasi R1 dan R2 terhadap infeksi S. Rolfsii.
Hasil dari penelitian ini yaitu :
1.      Didapatkan beberapa galur somaklon R0 yang resisten terhadap infeksi S. Rolfsii.
2.      Sifat resistensi terdapat pada populasi sumaklon R1 dan R2.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik yang dihasilkan melalui kultur jaringan (Larkin dan Scowcroft 1981; Scowcroft et al. 1985). Menurut Wattimena (1992) keragaman somaklonal berasal dari keragaman genetik eksplan dan keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan. Collin  dan Edwards (1998) melaporkan bahwa pada tahap awal variasi somaklonal dapat memberikan suatu kontribusi yang nyata pada pemuliaan tanaman.
Dasar variasi somaklonal belum sepenuhnya dimengerti dengan baik, tetapi dicurigai bahwa perubahan kromosom, aktifitas tronsposon, perubahan status metilasi DNA, dan mutasi titik merupakan faktor-faktor penyebabnya (Thrope, 1990). Variasi somaklonal yang terjadi pada kultur jaringan ditenggarai oleh sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap variasi yang dihasilkan dan seberapa banyak variasi yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut adalah (Karp, 1995):
1.      Tingkat pertumbuhan awal organ meristematik
2.      Konstitusi (susunan) genetik material awal
3.      Zat pengatur tumbuh
4.      Sumber jaringan atau eksplan (the tissue source)
5.      Lamanya kultur in vitro
B.       Saran
Saran dari kami selaku penyusun yaitu lebih bagi para pembaca untuk lebih banyak membaca dan mencari  bahasan yang mengkaji tentang keragaman somaklonal dan mampu menerapkan serta memanfaatkan keragaman somaklonal di lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
C. Mgbeze G. and A. Iserhienrhien . 2013. Somaclonal variation associated with oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) clonal propagation: A review. Department of Plant Biology and Biotechnology, University of Benin, Benin City, Edo State, Nigeria. Nigerian Institute for Oil Palm Research (NIFOR), near Benin City, Edo State. Nigeria.
G.Lestari .Endang, Ragapadmi P., M. Syukur, dan Rosa Yunita. 2010. Keragaman Somaklonal untuk Perbaikan Tanaman Artemisia (Artemisia annua L.) melalui Kultur In Vitro. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111. Institut Pertanian Bogor. Jr. Vol. 6 No. 1.
Hutami Sri.,  Ika Mariska,  dan  Yati Supriati. 2006. Peningkatan Keragaman Genetik  Tanaman  melalui Keragaman Somaklonal. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan  Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar 3A. Bogor.
N. Bordallo Patricia. Derly H. Silva. José Maria. Cosme D. Cruz. Elizabeth P. Fontes. 2004. Somaclonal variation on in vitro callus culture potato cultivars. Plant Transformation Facility, Department of Agronomy, Iowa State University, Ames, IA, 50011-1010. USA.
Yusnita, Hajrial A., Rita Megis, Rusmilah S. dan Sudarsono. 2010. Varian Somaklonal Kacang Tanah Resisten Sclerotium Rolfs Hasil Seleksi In Vitro Menggunakan Filtrat Kultur Cendawan. Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bandung (IPB). Bogor.

No comments :

Post a Comment