MAKALAH FILARIASIS || PENYAKIT KAKI GAJAH

No comments
Tugas: Pengendalian Vektor
Dosen:Yunda Indrawati Tasik,SKM.,MKES
FILARIASIS
(penyakit kaki gajah)
Oleh Kelompok III
Ririn                                                  M.15.02.027
Nurindah                                           M.15.02.019
Fitriani                                               M.15.02.009
Asy sundari                                       M.15.02.003
Tri Endika Utami                              M.15.02.037
Khasrudin                                          M.15.02.013
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)
Mega Buana Palopo
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang  berjudul “FILARIASIS (penyakit kaki gajah)” yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah pengendalian vektor. Tidak sedikit hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam  penyusunan makalah ini, namun berkat doa dan dukungan dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Maka dari itu, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis mohon maaf jika makalah ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan penulis dalam pendalaman materi dan permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka mencapai kesempurnaan. Penulis berharap makalah ini dapat menambah  pengetahuan dan memberikan manfaat bagi penulis khususnya, maupun bagi  pembaca pada umumnya.
                                                                                                Palopo, 14 Oktober 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................
B.     Rumusan Masalah......................................................................................
C.     Tujuan.........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi Filariasis..........................................................................................
B.     Epidemiologi Filariasis...............................................................................
C.     Etiologi.......................................................................................................
D.    Mekanisme Terjadinya Filariasis.................................................................
E.     Gejala Klinis Filariasis.................................................................................
F.      Factor Resiko Terjadinya Filariasis..............................................................
G.    Masa Inkubasi..............................................................................................
H.    pencegahan dan Pengobatan......................................................................................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................................
B.     Saran..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melemahkan yang dikenal di dunia. Penyakit filariasis lymfatik merupakan penyebab kecacatan menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental. Di Indonesia, mereka yang terinfeksi    filariasis bisa terbaring di tempat tidur selama lebih dari lima mingggu pertahun, karena gejala  klinis akut dari filariasis yang mewakili 11% dari masa usia produktif. Untuk keluarga miskin,   total kerugian ekonomi akibat  ketidakmampuan karena filariasis adalah 67% dari dari total pengeluaran rumah tangga perbulan.'
Data WHO, diperkirakan 120 juta orang di negara di dunia terinfeksi penyakit filariasis   dan lebih dari 1,5 milyar penduduk dunia (sekitar 20% populasi dunia) berisiko terinfeksi  penyakit ini. Dari keseluruhan penderita, terdapat dua puluh lima juta penderita laki-laki yang   mengalami penyakit genital (umumnya menderita hydrcocele) dan hampir lima belas juta  orang, kebanyakan wanita, menderita lymphoedema atau elephantiasis  pada kakinya.
Sekitar    90% infeksi disebabkan oleh Wucheria Bancrofti, dan sebagian besar sisanya disebabkan  Brugia Malayi. Vektor utama Wucheria Bancrofti  adalah nyamuk Culex, Anopheles, dim Aedes.  Nyamuk dari spesies Mansonia adalah vektor utama untuk parasit Brugarian, namun di beberapa     area, nyamuk Anopheles juga dapat menjadi vektor penularan filariasis. Parasit Brugarian     banyak  terdapat  di daerah  Asia  bagian selatan dan timur terutama India, Malaysia, Indonesia,  Filipina,  dan China.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa definisi filariasis?
2.      Bagaimana epidemiologi filariasis?   
3.      Bagaimana etiologi?                                                                                                    
4.      Bagaimana mekanisme terjadi-nya filariasis?                                                             
5.      Apa saja gejala klinis filariasis?         
6.      Apa saja factor resiko terjadi-nya filariasis?  
7.      Berapa lama masa inkubasi?                                                                                       
8.      Bagaimana cara pencegahan dan cara pengobatan-nya?
C.      Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahuai filariasis                                                                                       
2.      Untuk mengetahui epidemiologi penyakit  filariasis                                                   
3.      Untuk mengetahui etiologi penyakit filariasis
4.      Untuk mengetahui bagaimana itu mekanisme terjadi-nya filariasis
5.      Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis filariasis
6.      Untuk mengetahui apa saja factor resiko terjadi-nya filariasis
7.      Untuk mengetahui berapa lama masa inkubasi penyakit filariasis                              
8.      Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan dan cara pengobatan penyakit filariasis
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Definisi filariasis
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan manifestasi klinik akut berupa    demam berulang, peradangan saluran dan saluran kelenjar getah bening. Pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat  menetap berupa pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin.
B.       Epidemiologi Filariasis
Penyakit ini diperkirakan seperlima penduduk dunia atau 1,1 milyar  penduduk  beresiko terinfeksi, terutama didaerah tropis dan beberapa daerah subtropis. Penyakit ini dapat  menyebabkan kecacatan, stigma sosial, hambatan psikososisal, dan penurunan produktivitas      kerja penderita, keluarga  dan masyarakat sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang  besar. Dengan demikian penderita menjadi beban keluarga dan negara. Sejak tahun 2000 hingga 2009  dilaporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang  tersebar   di 401 kabupaten/kota.
Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah di daerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang juga ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu  tinggi. Di Indonesia filariasis tersebar luas, daerah endemis terdapat terdapat di banyak    pulau di seluruh nusantara,  seperti di Sumatera  dan sekitamya,  Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan   Irian Jaya.
C.      Etiolgi
Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber  infeksi  bagi  orang  lain yang rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah  endemis lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita   daripada  penduduk   asli. Pada  umumnya laki-Iaki   lebih  banyak  yang terkena  infeksi,  karena lebih banyak kesempatan  untuk mendapat infeksi (exposure). Juga  gejala  penyakit   lebih  nyata  pada laki -laki,   karena pekerj aan fisik yang lebih berat.

D.      Mekanisme terjadinya filariasis
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk tersebut mendapatkan mikrofilaria sewaktu menghisap darah penderita atau binatang reservoar yang mengandung mikrofilaria. Siklus penularan filariasis ini melalui dua tahap (Gambar 3.), yaitu mosquito satges atau tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) dan human stages atau tahap perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) atau binatang (hospes reservoar).
Gambar 1. Siklus penularan filariasis Wuchereria bancrofti.
(Sumber :
http://www.filariasis.org)
            Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika menggigit penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian bergerak menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut larva stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3 yang membutuhkan waktu 12 – 14 hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis nyamuk. Ketika nyamuk yang mengandung L3 tersebut menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut. Setelah tertular L3, pada tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh limfe dimana L3 akan tumbuh menjadi cacing dewasa, dan berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria baru sehingga bertambah banyak. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Aliran sekresi kelenjar limfe menjadi terhambat dan menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe terutama pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi dan bakteri karena kurang terawatnya bagian lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut.
E.       Gejala klinis filariasis
1.        Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila beristirahat dan muncul kembali setelah bekerja berat.
2.        Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3.        Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar tersebut.
F.       Faktor resiko terjadi filariasis
1.        Factor manusia dan nyamuk (host)
a.         Manusia
1.      Umur
Filariasis menyerang pada semua kelompok umur. Pada dasarnya setiap orang dapat  tertular filariasis apabila mendapat tusukan nyamuk infektif (mengandung larva stadium 3) ribuan kali.
2.      Jenis kelamin
Semua jenis kelamin dapat terinfeksi mikrofilaria. Insiden  filariasis  pada laki-laki  lebih tinggi daripada perempuan karena pada  umumnya   Iaki-Iaki  lebih sering terpapar dengan vektor  karena pekerjaanya.
3.      Imunitas
Orang  yang pernah  terinfeksi  filariasis  sebelumnya tidak teerbentuk  imunitas  dalam  tubuhnya terhadap filaria demikian juga yang tinggal di daerah endemis biasanya  tidak mempunyai imunitas alami terhadap penyakit filariasis. Pada  daerah  endemis filariasis, tidak semua orang terinfeksi filariasis dan orang yang terinfeksi  menunjukkan gejala     klinis Seseorang yang terinfeksi filariasis tetapi belum menunjukkan gejala  klinis  biasanya   terjadi perubahan  patologis  dalam tubuhnya.
4.      Ras
Penduduk pendatang pada suatu daerah endemis filariasis  mempunyai  risiko terinfeksi  filariasis lebih besa dibanding penduduk asli. Penduduk pendatang dari daerah non endemis ke daerah endemis, misalnya transmigran, walaupun pada pemeriksaan darah    jari belum atau sedikit mengandung mikrofilaria, akan tetapi sudah menunjukkan   gejalaklinis yang lebih berat.
b.        Nyamuk
            Nyamuk   termasuk   serangga   yang  melangsungkan siklus    kehidupan     di   air.   Kelangsungan     hidup nyamuk  akan terputus  apabila tidak ada air. Nyamuk dewasa   sekali  bertelur   sebanyak   ±  100-300  butir, besar telur sekitar  0,5 mm. Setelah  1-2 hari men etas jadi  jentik,   8-10  hari  menjadi   kepompong   (pupa), dan   1-2  hari  menjadi   nyamuk   dewasa.   Nyamuk jantan  akan  terbang  disekitar  perindukkannya    dan makan   cairan   tumbuhan    yang   ada   disekitarnya. Nyamuk  betina hanya kawin sekali dalam hidupnya. Perkawinan    biasanya    terjadi   setelah   24-48   jam keluar   dari  kepompong.   Makanan   nyamuk   betina yaitu  darah,  yang  dibutuhkan   untuk  pertumbuhan telurnya.    Pengetahuan     kepadatan     nyamuk    dan vektor   sangat   penting   untuk   mengetahui    musim penularan   dan  dapat  digunakan   sebagai  parameter untuk rnenilai  keberhasilan  program  pemberantasan vector.
2.        Lingkungan (environment)
Lingkungan     sangat   berpengaruh     terhadap distribusi      kasus     filariasis      dan    mata     rantai penularannya,     Biasanya    daerah   endemis   Brugia Malayi   adalah   daerah   sungai,   hutan,   rawa-rawa, sepanjang  sungai atau badan air lain yang ditumbuhi tanaman    air;  Daerah   endemis    W   Bancrofti    tipe perkotaan   (urban)  adalah  daerah-daerah   perkotaan yang   kumuh,    padat    penduduknya     dan   banyak genangan  air kotor  sebagai  habitat  dari vektor  yaitu nyamuk   Cx.  QuinqueJasciatus.    Sedangkan   daerah endemis   W. Bancrofti   tipe  pedesaan   (rural)  secara umum  kondisi   lingkungannya    sarna  dengan  derah endemis B. Malayi.
Lingkungan    hidup   manusia   pada   dasarnya terdiri dari dua bagian,  internal dan eksternal. Lingkungan   hidup    internal     merupakan      suatu keadaan  yang dinamis  dan seimbang  yang seimbang yang   disebut   homeostatis,    sedangkan   lingkungan hidup eksternal  merupakan  lingkungan  di luar tubuh manusia   yang  terdiri   atas  tiga  komponen,    antara lain:
a.       Lingkungan fisik
Yang  termasuk lingkungan fisik antara lain:geografik dan keadaan musim. Lingkungan   fisik  bersifat   abiotik  atau  benda mati  seperti  air, udara, tanah,  cuaca,  makanan, rumah, panas, sinar dan radiasi.
 Lingkungan  sangat berpengaruh  terhadap distribusi    kasus    filariasis    dan   mata   rantai penularannya.       Biasanya     daerah     endemis B.malayi   adalah   daerah   dengan   hutan   rawa, sepanjang    sungai   atau  badan   air  lain   yang ditumbuhi     tanaman     air.   Daerah     endemis Wbancrofti     tipe   perkotaan     adalah    daerah kumuh,     pada    penduduknya       dan    banyak genangan  air kotor  sebagai  habitat  dari vektor yaitu nyamuk  Cx.quinqueJasciatu.
b.      Lingkungan biologi
Lingkungan   biologis  adalah  semua makhluk  hidup yang berada  di sekitar  manusia yaitu    flora   dan   fauna,    term asuk   manusia. Misalnya,   wilayah  dengan  flora yang  berbeda akan mampunyai   pola penyakit  yang  berbeda. Faktor   lingkungan   biologis   ini  selain  bakteri dan  virus  patogen,   ulah  manusia   juga mempunyai   peran  yang  penting  dalam terjadinya penyakit, bahkan dapat dikatakan penyakit  timbul karen a ulah manusia.
Berdasarkan   penelitian   oleh Rudi Ansari (2004),  terdapat hubungan antara keberadaan tumbuhan  airdengan   kejadian  filariasis.  Maka dapat  dikatakan  bahwa  orang tinggal  di rurnah yang memiliki  tumbuhan  air mempunyai  risiko untuk terjadinya  penularan  penyakitfilariasis.
c.       Lingkungan social ekonomi
Lingkungan  sosial berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap, standar  dan gaya  hidup,  pekerjaan,   kehidupan kemaysarakatan,    organisasi  sosial  dan politik, pendidikan,  dan status ekonomi.  
Salah satu faktor  lingkungan   sosial yang berhubungan   dengan  kejadian  filariasis  adalah status    ekonomi.     Terdapatnya     penyebaran masalah    kesehatan    yang   berbeda    ini,   pada umumnya   di  pengaruhi   oleh  dua  hal  yakni: karena    terdapatnya     perbedaan     kemampuan ekonomis  dalam mencegah  dan atau mengobati penyakit,    dan   terdapatnya    perbedaan    sikap hidup dan perilaku yang dimiliki."
Pekerjaan  yang  dilakukan  padajam-jam nyamuk   mencari   darah  dapat  beresiko   untuk terkena    filariasis.    Menurut    Nasrin    (2008) terdapat hubungan pekerjaan dengan kejadian filariasis.    Orang    yang    memiliki    pekerjaan petani, buruh tani, buruh pabrik, dan nelayan beresiko  tertular penyakit  filariasis.
3.      Agen
Filariasis   di  Indonesia   disebabkan   oleh  tiga spesies cacing filarial, yaitu:  W Bancroft,  B. Malayi. B. Timori. Cacing  filaria  (Nematoda:  Filarioidea) baik limfatik  maupun  non limfatik,  mempunyai  ciri khas yang sarna sebagai berikut:  dalam reproduksinya tidak lagi mengeluarkan telur melainkan mikrofilaria (larva cacing), dan ditularkan  oleh Arthropoda  (nyamuk).  Sebanyak  32 varian  subperiodik   baik  noktumal   maupun  diurnal dijumpai    pada    filaria    limfatik    Wuchereria dan Brugia.   Periodisitas      mikrofilaria      berpengaruh terhadap  risiko penularan  filaria.
G.      Masa Inkubasi
1.      Antara 3-8 bulan tapi kadang-kadang hingga 12 bulan.
2.      Pada manusia antara 3-15 bulan sedangkan pada hewan bervariasi sampai beberapa bulan
3.      Masa inkubasi mungkin sesingkat 2 bulan. Periode pra-paten (dari saat infeksi sampai tampaknya microfilaria didalam darah) sekurang-kurangnya 8 bulan.
H.      Pencegahan dan pengobatan
Menurut dr. Indan Entjang (2000) dalam bukunya ilmu Kesehatan Masyarakat,harus menyediakan sumber penularan dengan mencari dan mengobati penderita. Memberantas vector penyakit yaitu memberantas nyamuk culex fatigan dan larvanya. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit filariasis :
1.      Tidur berkelambu Perlunya pengenalan penyakit sejak dini dan pengobatan yang segera. Setiap anggota masyarakat di harapkan turun aktif dalam usaha-usaha pemberantasan penyakit.
2.      Menghindarkan diridari gigitan nyamuk
3.      Memberatas nyamuk serta sumber perindukan
4.      Meminum obat anti penyakit gajah secara missal
            Pencegahan juga dapat dilakukandengan mengontrol vektor dan menghindari gigitannya, serta pengobatan anjing dengan tiasetarsamida setiap 6 bulan pada daerah yang sangat enzootic.
PengobatanDiethyl carbamazine citrae (DEC) merupakan obat pilihan baik untuk pengobatan perorangan maupaun massal yang bersifat membunuh microfilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Pengobatan perorangan di tujukan untuk menghancurkan parasit dan eliminasi, mengurangi, atau mencegah kesakitan. Dosis yang di anjurkan 6 mg/kg berat badan/hariselama 12 hari. Obat lain yang juga dipakai Ivermektin yaitu antibiotic semisintetik dari golongan makrolit yang mempunyai aktivitas luas terhadap mematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh microfilaria. Efek sampingyang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. diberikan sebagai dosis tunggal (setiap 6 bulan sekali) atau dikombinasikan Diethyl Carbamazine dosis tunggal ( diberikan setahun sekali).
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Filariasis (penyakit kaki gajah)    adalah penyakit   menular   menahun   yang  disebabkan   oleh cacing filaria     dan    ditularkan  oleh    nyamuk Mansonia, Anopheles,  Culex, Armigeres.  Cacing terse but hidup  di saluran  dan kelenjar  getah bening dengan    manifestasi    klinik   akut   berupa    demam berulang,  peradangan   saluran  dan  saluran  kelenjar getah    bening.   Pemberantasan  filariasis perlu dilaksanakan dengan  tujuan  menghentikan transmisi penularan.diperlukan    program     yang berkesinambungan  dan   memakan     waktu    lama karena  mengingat   masa  hidup  dari  cacing  dewasa yang   cukup     lama.     
B.       Saran
Dengan demikian perlu ditingkatkan    surveilans    epidemiologi     di   tingkat Puskesmas   untu penemuan dini kasus filariasis  dan pelaksanaan  program pencegahan dan pemberantasan   filariasis.

DAFTAR PUSTAKA
Cecep dani sucipto, SKM, M.Sc, 2011, Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, 55285 “ Vektor Penyakit Tropis
Jurnal Kesehatan Masyarakat ,September 2012-Maret 2013, Vol. 7, No.1

No comments :

Post a Comment